Rabu, 23 Desember 2015

Subhanallah. Ibu yg luar biasa

JAKARTA (salam-online.com): Kisah
nyata sebuah keluarga Muslim di
Indonesia. Keluarga dakwah.
Keluarga yang mampu menjadikan 10
orang buah hati mereka sebagai
anak-anak yang shalih, hafal Al-
Qur’an dan berprestasi.
Keluarga luar biasa itu adalah
pasangan suami istri Mutammimul
Ula, SH dan Dra Wirianingsih , Bc.Hk,
beserta 10 putra-putri mereka. Yang
lebih luar biasa lagi adalah, kedua
orang tua ini tergolong super sibuk
dengan berbagai aktivitas dakwahnya.
Mutammimul Ula adalah mantan
anggota DPR RI dari fraksi PKS.
Sedangkan Wirianingsih adalah Ketua
Aliansi Selamatkan Anak (ASA)
Indonesia dan pernah pula menjadi
Ketua Umum PP Salimah
(Persaudaraan Muslimah) yang
cabangnya sudah tersebar di 29
provinsi dan lebih dari 400 daerah di
Indonesia.
Anak pertama, Afzalurahman Assalam
Putra pertama. Hafal Al-Qur’an pada
usia 13 tahun. Saat tulisan ini dibuat
usianya 23 tahun, semester akhir
Teknik Geofisika ITB. Juara I MTQ
Putra Pelajar SMU se-Solo, Ketua
Pembinaan Majelis Taklim Salman ITB
dan terpilih sebagai peserta
Pertamina Youth Programme 2007.
Anak kedua, Faris Jihady Hanifah
Putra kedua. Hafal Al-Qur’an pada
usia 10 tahun dengan predikat
mumtaz. Saat tulisan ini disusun
usianya 21 tahun dan duduk di
semester 7 Fakultas Syariah LIPIA.
Peraih juara I lomba tahfiz Al-Qur’an
yang diselenggarakan oleh kerajaan
Saudi di Jakarta tahun 2003, juara
olimpiade IPS tingkat SMA yang
diselenggarakan UNJ tahun 2004, dan
sekarang menjadi Sekretaris Umum
KAMMI Jakarta.
Anak ketiga, Maryam Qonitat
Hafal Al-Qur’an sejak usia 16 tahun.
Saat tulisan ini dibuat usianya 19
tahun dan duduk di semester V
Fakultas Ushuluddin Universitas Al-
Azhar, Kairo, Mesir. Pelajar teladan
dan lulusan terbaik Pesantren Husnul
Khatimah, 2006. Sekarang juga
menghafal hadits dan mendapatkan
sanad Rasulullah dari Syaikh Al-
Azhar.
Anak keempat, Scientia Afifah
Taibah
Putri keempat. Hafal 29 juz sejak
SMA. Kini usianya 19 tahun dan
duduk di Fakultas Hukum
Universitas Indonesia (UI). Saat
SMP menjadi pelajar teladan dan
saat SMA memperoleh juara III
lomba Murottal Al-Qur’an tingkat
SMA se-Jakarta Selatan.
Anak kelima, Ahmad Rasikh ‘Ilmi
Putra kelima. Saat tulisan ini
dibuat, hafal 15 juz Al-Qur’an, dan
duduk di MA Husnul Khatimah,
Kuningan. Ia lulusan terbaik SMPIT
Al-Kahfi, juara I Kompetisi English
Club Al-Kahfi dan menjadi musyrif
bahasa Arab MA Husnul Khatimah.
Anak keenam, Ismail Ghulam Halim
Putra keenam. Saat tulisan ini dibuat
hafal 13 juz Al-Qur’an, dan duduk di
SMAIT Al-Kahfi Bogor. Ia lulusan
terbaik SMPIT Al-Kahfi, juara lomba
pidato bahasa Arab SMP se-Jawa
Barat, serta santri teladan, santri
favorit, juara umum dan tahfiz terbaik
tiga tahun berturut-turut di SMPIT
Al-Kahfi.
Anak ketujuh, Yusuf Zaim Hakim
Putra ketujuh. Saat tulisan ini dibuat
ia hafal 9 juz Al-Qur’an dan duduk di
SMPIT Al-Kahfi, Bogor. Prestasinya
antara lain: peringkat I di SDIT,
peringkat I SMP, juara harapan I
Olimpiade Fisika tingkat Kabupaten
Bogor, dan finalis Kompetisi tingkat
Kabupaten Bogor.
Anak kedelapan, Muhammad Syaihul
Basyir
Putra kedelapan. Saat tulisan ini
dibuat, ia duduk di MTs Darul Qur’an,
Bogor. Yang sangat istimewa adalah,
ia sudah hafal Al-Qur’an 30 juz pada
saat kelas 6 SD.
Anak kesembilan, Hadi Sabila Rosyad
Putra kesembilan. Saat tulisan ini
dibuat, ia bersekolah di SDIT Al-
Hikmah, Mampang, Jakarta Selatan
dan hafal 2 juz Al-Qur’an. Di antara
prestasinya adalah juara I lomba
membaca puisi.
Anak kesepuluh, Himmaty
Muyassarah
Putri kesepuluh. Saat tulisan ini
dibuat, ia bersekolah di SDIT Al-
Hikmah, Mampang, Jakarta Selatan
dan hafal 2 juz Al-Qur’an.
Kembali ke keluarga Mutammimul Ula
di atas.
Pada akhirnya kita dapat menarik
kesimpulan, di balik kesuksesan Kang
Tamim ternyata ada satu sosok
wanita yang telah melahirkan sepuluh
keturunannya. Siapa lagi kalau bukan
istrinya, Wirianingsih.
Siapa Wirianingsih? Bertitel lengkap
Dra. Wirianingsih, Bc.Hk, lahir di
Jakarta, 11 September 1962 (hampir
50 tahun). Selain ibu rumah tangga,
banyak aktivitas yang dia lakukan, di
antaranya menjadi dosen, kuliah
pasca sarjana, dan aktivis perempuan.
Terkini adalah menjadi anggota
Dewan Pertimbangan PP
Persaudaraan Muslimah (Salimah)
bersama Ustadzah Nursanita
Nasution, dll dimana sebelumnya dia
menjadi Ketua Umum. Mereka adalah
anggota DPR dari fraksi yang sama
saat Mutammimul Ula menjadi
anggota dewan.
Lalu, metode apa yang Kang Tamim
dan Mbak Wiwi terapkan dalam
mendidik putra-putrinya?
Kuncinya adalah keseimbangan
proses. Begitu simpulan dari metode
pendidikan anak-anak sebagaimana
tertulis dalam buku “10 Bersaudara
Bintang Al-Quran“.
Walaupun mereka berdua sibuk,
mereka telah menetapkan pola
hubungan keluarga yang saling
bertanggungjawab dan konsisten
satu sama lain. Selepas Magrib
jadwal mereka adalah berinteraksi
dengan Al-Qur’an.
Guna mendukung kesuksesan
program ini, mereka mencanangkan
kebijakan sederhana, yakni:
menyingkirkan televisi dari rumah,
tidak memasang gambar-gambar
selain kaligrafi, tidak membunyikan
musik-musik yang melalaikan, dan
tidak ada perkataan kotor di
lingkungan keluarga dan masyarakat.
Hal yang cukup mendasar yang
dimiliki keluarga ini sehingga mampu
mendidik 10 bersaudara bintang Al-
Quran adalah visi dan konsep yang
jelas.
Pertama adalah menjadikan putra-
putri seluruhnya hafal Al-Qur’an.
Kedua, pembiasaan dan manajemen
waktu. Setelah salat Subuh dan
Maghrib adalah waktu khusus untuk
Al-Qur’an yang tidak boleh dilanggar
dalam keluarga ini. Sewaktu masih
balita, Wirianingsih konsisten
membaca Al-Qur’an di dekat mereka,
mengajarkannya, bahkan mendirikan
TPQ di rumahnya.
Ketiga, mengomunikasikan tujuan dan
memberikan hadiah. Meskipun
awalnya merasa terpaksa, namun saat
sudah besar mereka memahami
menghafal Al-Qur’an sebagai hal
yang sangat perlu, penting, bahkan
kebutuhan. Komunikasi yang baik
sangat mendukung hal ini. Dan saat
anak-anak mampu menghafal Al-
Qur’an, mereka diberi hadiah.
Barangkali semacam reward atas
pencapaian mereka. Mengenai
punishment tidak dijelaskan secara
rinci.
Penulis buku (10 Bersaudara Bintang
Al-Qur’an) ini membahas urgentitas
menjadi hafiz Al-Qur’an. Penulis
mengklasifikasikannya menjadi dua
bagian: keutamaan dunia dan
keutamaan akhirat. Fadhail dunia
antara lain: hifzul Al-Quran
merupakan nikmat rabbani,
mendatangkan kebaikan, berkah dan
rahmat bagi penghafalnya, hafiz Al-
Qur’an mendapat penghargaan
khusus dari Nabi (tasyrif nabawi),
dihormati umat manusia.
Sedangkan fadhail akhirat meliputi:
Al-Qur’an menjadi penolong (syafaat)
penghafalnya, meninggikan derajat di
surga, penghafal Al-Qur’an bersama
para malaikat yang mulia dan taat,
diberi tajul karamah (mahkota
kemuliaan), kedua orang tuanya
diberi kemuliaan, dan pahala yang
melimpah.
Sumber: 10 Bersaudara Bintang Al-
Qur’an
Penulis: Izzatul Jannah – Irfan
Hidayatullah
Penerbit: Sygma Publishing, Bandung
(2), Januari 2010
Club Curhat Muslim dan Muslimah –
(Galuh Rossie)
Keterangan Foto: Ustadzah Dra
Wirianingsih (atas) dan Ustadz
Mutammimul Ula, SH (bawah)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar